![]() |
| Arung Usia 8 Bulan dalam dekapan |
Itu adalah kesempatan super luar biasa, terutama bagi saya.
Sering sekali saya menemui postingan teman saya yang bertuliskan "Mama, kuliah capek, kawin aja ah!" Haha...
Padahal menikah itu bukan jalan keluar dari masalah, malah nambah masalah. Trus ada juga beberapa teman-teman yang mengira menikah itu tujuannya untuk mencari kebahagiaan. Hell to the o, mereka kebanyakan nonton Disney Princesses kayaknya. A happy ending story. Dalam pernikahan itu sendiri akan ada banyak konflik dan ujian yang jauh dari kata happy. Justru akan ada banyak perbedaan pendapat dan pertengkaran. Belum lagi masalah perbedaan kebiasaan yang tidak membuat nyaman kita atau sebaliknya, masalah ekonomi, masalah pengaruh mertua, masalah psikologis pasangan, dan lain-lain.
Saat awal saya jadi seorang istri, ada beberapa hal yang perlu saya pahami dan maknai. Seperti kebiasaan buruk menaruh barang tidak pada tempatnya, tidak mendebat keras ketika dia sedang marah, atau sekedar tidak mengganggu dia jika sedang baca buku. Menjadi istri atau suami harus dipenuhi dengan kesepakatan. Hal-hal kecil dan prinsipil dari pasangab jika tidak dihormati, bisa jadi masalah besar.
Dan sekarang, pada saat menjadi seorang ibu dan istri. Tentunya tugas dan prioritas juga berubah. Kita tidak lagi hidup berdua dengan suami, melainkan dengan buah hati. Dan semakin lama, saya semakin memahami pengorbanan mama saya pada saat dia merawat saya dan adik-adik saya. Segenap waktu, tenaga, dan pikiran hanya untuk anak. Karena anak adalah amanah dan hadiah dari Tuhan, maka harus selalu dijaga. Saya lahir ketika mama saya sedang menjalani semester 5 dan sama sekali tidak mengambil cuti. Dan saya pun sedang di semester akhir di saat Arung berusia 4 bulan (jangan tanya saya semester berapa ). Jadi saya semakin memahami apa yang mama saya jalani. Kalau mau bahasa jujurnya, betapa saya ingin sekali main ke mall, nonton bioskop, belanja lipstik 50 shades, ke salon, atau sekedar me time. Dan saat saya memiliki keinginan seperti itu, selalu saya tahan. "Tahan mi, tahan. Jangan boros, uangnya buat beli popok Arung dan beras".
Tapi itu semua nggak berharga dan hanya kesenangan sementara dibandingkan dengan menjadi saksi kerja keras suami untuk kami berdua, dukungan dan bantuan suami saat saya letih menyusui atau begadang untuk menidurkan Arung, pertumbuhan Arung, senyuman Arung, tawanya, gerakan kaki dan tangannya, dan gelaknya saat diajak bicara.
Banyak yang mengira, sampai di sini saja pencapaian saya setelah menikah dan punya anak. Tidak. Saya harus membuat pencapaian yang lain yang lebih tinggi. Dan saya merasa beruntung karena segalanya begitu lengkap untuk disempurnakan lagi.
Terimakasih suami, yang selalu mendorong saya untuk menjadi pribadi yang tidak berhenti si satu titik, yang selalu mengingatkan saya tentang apa yang ingin dicari dalam hidup.
Terimakasih Arung, kamu mengajarkan mama segalanya.

