Tantangan
Saat mental sedang jatuh, saya selalu yakin Tuhan punya opsi untuk kita pilih. Menyerah dan menjadi apa yang dipikirkan orang lain atau keep goin dan menjadi apa yang kamu inginkan. Maksa sih.
Kalau sedang insomnia di tengah malam begini, saya suka merenung atau lebih tepatnya merefleksikan apa-apa yang pernah terjadi dalam hidup saya dari saya kecil sampai sekarang. I'm only human and human always have a space to regret something. Ada beberapa part dalam hidup yang jika saya lihat ke belakang membuat saya kesal sendiri kenapa dulu tidak begini atau begitu. Apa yang saat ini saya emban dan dapat, mungkin karena sifat maksa saya sama Tuhan tentang keinginan saya. Ya! Saya selalu berdoa atas apa yang saya mau, bukan apa yang terbaik buat hidup saya.
Sampai sekarang saya masih tercengang dengan lolosnya saya di kampus saya dulu. Saya tidak menyangka belajar keras dengan kemauan yang kuat, dibarengi dengan ritual-ritual setiap tengah malam, membuat saya diterima di kampus terkenal itu. Tidak tanggung-tanggung, saya diterima di dua kampus negeri jalur reguler dan tiga kampus swasta jalur beasiswa.
Padahal ada masalah paling besar yang menanti, yaitu jurusan yang saya ambil benar-benar hal yang asing bagi saya. Saya harus belajar dari nol, basic, piyik atau apalah. Mungkin karena terlalu excited dengan kehidupan mahasiswa, saya tidak terlalu peduli dengan nilai dan IPK saya. Saya asyik berorganisasi, mengajar, menjadi koordinator lapangan, menulis artikel, ikut seminar-seminar filsafat, nonton teater, dan banyak hal. Saya merasa benar-benar berada di safety zone dan sudah menyelesaikan perjuangan masuk kampus bergengsi di Indonesia. Ah, kadang saya pikir betapa naifnya saya dulu.
Imbasnya adalah saat itu saya benar-benar dilema setiap saat menunggu nilai di SIAK-NG keluar. Setiap semester, saya sering berdiskusi untuk mengundurkan diri dari kampus dan mencari kampus lain, kemudian memilih dan belajar hal yang saya sukai. Tapi lingkungan di sekitar saya selalu mendorong untuk tidak menyerah pada keadaan, walaupun nilai saya di ujung tanduk. Banyak pihak-pihak yang menyayangkan jika saya keluar. Dengan selalu mempertimbangkan banyak hal, termasuk usia, biaya, keluarga, dan moral, saya terus bertahan sampai titik akhir. Jadilah saya kuliah 5,5 tahun di mana jatah maksimal adalah 6 tahun.
Karena saya mempelajari apa yang tidak saya sukai, mau dipaksa seperti apa pun juga tetap tidak akan suka. Maka saya bertekad saat mengambil program Master, akan memilih jurusan yang benar-benar saya suka, jurusan yang mana saat saya lelah pun saya dengan hati mempelajarinya.
Dan masalahnya balik lagi yaitu IPK saya yang tidak tinggi. Entah, apa rencana Tuhan untuk saya.
Sejak kecil saya seringkali harus berusaha keras sekali untuk mendapatkan sesuatu. Kali ini mungkin juga. Mungkin supaya saya tidak jadi manusia yang cepat puas dan sombong kali ya.
Yaudah deh, makasih han! Saya terima tantangan-Mu lagi, sama seperti saat saya menantang diri saya supaya bisa masuk UI.
Bismillah.


0 komentar:
Posting Komentar