Pengorbanan manusia adalah siklus mutlak di
dunia ini.
![]() |
| Source: Pinterest |
Peter L. Berger dalam “Piramida Kurban
Manusia: Etika Politik dan Perubahan Sosial” menulis tentang Piramida Raksasa di
Cholula sebagai kisah pembuka dalam bukunya. Di Meksiko, ada sebuah kota kecil
bernama Cholula di mana telah ditemukan sebuah piramida raksasa yang awalnya
berwujud gunung berukuran sedang yang ditutupi pepohonan dan semak belukar.
Sebelum ditaklukkan bangsa Spanyol, kota ini menjadi pusat pemujaan terpenting
di Meksiko pada Abad ke-3 sesudah Masehi pada masa Dinasti Teotihuacan ,
kemudian beralih kekuasaan pada bangsa Olmec dari Selatan Meksiko (Abad ke-9),
lalu ditaklukkan oleh bangsa Toltec. Bangsa Toltec inilah yang membawa
pemujaan Quetzalcoatl, dewa naga yang berbulu yang harus diberi makan dengan
darah manusia. Pemujaan Quetzalcoatl ini juga dipertahankan oleh bangsa Aztec.
Pemujaan ini ada berdasarkan teori secara turun-temurun dan tidak dapat ditawar
lagi; jika dewa-dewa tidak teratur diberi makan akan darah manusia,
maka alam semesta akan porak poranda. Dalam mencari tumbal, bangsa Aztec
membinasakan kawasan yang mereka kuasai, memberlakukan upeti manusia, yang
semuanya untuk diserahkan pada Quetzalcoatl. Keyakinan akan kuasa Quetzalcoatl,
membuat bangsa Aztec begitu bernafsu memburu suku-suku lain untuk dijadikan
persembahan.
Keteguhan dalam menerapkan teori dapat menimbulkan sejumlah akibat yang sama sekali tidak terduga. Spanyol dengan mudah mendapatkan dukungan dari kelompok suku-suku
lain untuk menghancurkan Aztec. Andai saja bangsa Aztec tidak begitu sadis memburu suku-suku lain, bisa saja Spanyol akan sulit merebut kota Cholula.
Menurut Berger, piramida raksasa di Cholula
ini menggambarkan suatu rangkaian
bagan-bagan teori yang silih berganti, masing-masing terwujud dalam
tumpukan batu dan dibebankan atas generasi demi generasi yang diam. Melihat
Cholula adalah memahami hubungan antar teori, keringat, dan darah. Lupakan
maksud-maksud estetis, tidak ada itu art pour l’art dalam kasus piramida ini.
Piramida di Chulola dibangun untuk persembahan. Titik.
Lalu muncul pertanyaan, mengapa pada masyarakat zaman dulu terdapat praktik-praktik ritual pengorbanan manusia?
Dalam sebuah artikel New York Times yang ditulis Tatiana Schlossberg, ritual pengorbanan manusia ternyata dapat membantu menciptakan hierarki. Para ilmuwan dari University of Auckland dan Victoria University of Wellington, keduanya di Selandia Baru, menemukan bahwa pengorbanan ritual mungkin telah memacu transisi masyarakat kecil dan egaliter ke yang besar dan bertingkat. Dengan kata lain transisi tersebut butuh kejadian dramatik nan kolosal, yaitu pengorbanan atas hidup manusia.
Pengorbanan manusia berkontribusi untuk menciptakan dan melestarikan hierarki sosial, dan bahwa hal itu meningkatkan kemungkinan masyarakat memiliki strata tetap, yang merupakan posisi yang diwarisi, dan mobilitasnya kurang. Hal ini juga umumnya membantu mencegah hilangnya perpecahan sosial begitu mereka ada. Bayangkan saja apa yang terjadi pada suku-suku kecil yang diburu bangsa Aztec sebagai tumbal. Saat tertangkap mereka semua dikumpulkan dan dibariskan di bawah piramida untuk menyaksikan "kawan seperjuangannya" dibunuh dan ia akan menyusul.
Pengorbanan manusia adalah alat yang berguna bagi penguasa, elit, dan tokoh agama pada zaman tersebut untuk mempertahankan atau memperkuat kekuatan mereka, atau bahkan untuk menyatakan keilahian mereka sendiri. Legitimasi kekuasaan didapat berdasarkan ketakutan masyarakat yang kelas sosialnya lemah dan tidak berdaya.
What about this era?
Saya rasa pengorbanan manusia masih akan tetap ada. Lower and working classes berada paling bawah sebagai penyangga middle class dan upper class. Kelas penyangga yang menyangga dan menjalankan pemenuhan kebutuhan kelas di atasnya justru hidup paling menderita dan kekurangan. Semakin tinggi dorongan dari upper class, maka middle class pun ikut juga mendorong ke bawah. Tekanan yang diterima lower class semakin berat. Akan ada yang tersingkir, bisa mati, bisa gila. Atau lebih buruk, mati karena gila.


0 komentar:
Posting Komentar